Note

Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur?

· Views 19
Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur?
Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah dalam perdagangan sepekan, 22 hingga 26 April 2024, menguat 0,44 persen di level Rp 16.204 terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Rupiah tumbang menyusul ketidakpastian penurunan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) imbas perekonomian negeri paman Sam yang masih kuat.

Baca Juga:
Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur? Ini Rekomendasi Ekonom untuk Memperkuat Nilai Tukar Rupiah

Tekanan konflik geopolitik di Timur Tengah juga sempat membuat rupiah semakin terpuruk.

Berdasarkan data Trading View, dalam sebulan rupiah sudah melemah 2,23 persen dan dalam enam bulan sudah turun 1,68 persen. Pelemahan rupiah juga menjadi yang terparah sejak Maret 2020. Secara year to date (YTD), rupiah melemah 5,16 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Baca Juga:
Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur? Pelemahan Rupiah Kali Ini Disebut Mirip Periode Taper Tantrum

Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur?

Demi memperkuat rupiah, Bank Indonesia (BI) resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23-24 April 2024.

Baca Juga:
Kinerja Rupiah Menguat Sepekan, Obat Kenaikan Suku Bunga BI Manjur? Rupiah Hari Ini Kembali Ditutup Melemah, Tembus Rp16.210

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, kenaikan suku bunga menjadi 6,25 persen dilakukan berdasarkan asesmen menyeluruh, proyeksi, ekonomi global, ekonomi domestik, kondisi moneter sistem keuangan dam pembayaran kedepan.

"Kenaikan suku bunga ini dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko Global serta sebagai langkah preventif dan forward-looking," ujar Perry dalam konferensi pers RDG BI di Jakarta, Selasa (24/4/2024).

Namun, dampak dari kebijakan kenaika suku bunga terhadap rupiah masih perlu diuji di tengah semakin tidak pastinya arah The Fed dan kondisi perekonomian AS.

Indeks harga PCE utama dan inti di AS juga sebesar 0,3 persen secara bulanan pada Maret, tak berubah dibanding Februari, dan sesuai dengan ekspektasi pasar. 

Sementara itu, tingkat suku bunga PCE tahunan, yang menjadi data acuan The Fed, meningkat menjadi 2,7 persen, melampaui ekspektasi sebesar 2,6 persen.

Data belanja pribadi AS juga meningkat sebesar 0,8 persen dari bulan sebelumnya pada Maret 2024, mempertahankan laju yang sama pada Februari dan melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,6 persen. 

Belanja barang melonjak sebesar 1,3 persen (dibandingkan 0,8 persen di bulan Februari), didukung oleh belanja yang lebih tinggi untuk bensin dan barang energi lainnya, termasuk bahan bakar kendaraan bermotor, pelumas, dan cairan, serta barang tidak tahan lama lainnya seperti barang rekreasi, dan makanan dan minuman. 

Sementara itu, pengeluaran pada sektor jasa meningkat sebesar 0,6 persen (dibandingkan dengan 0,8 persen pada Februari), dengan konsumen mengalokasikan lebih banyak dana untuk layanan kesehatan, termasuk layanan rawat jalan dan rumah sakit, serta perumahan dan utilitas, khususnya biaya yang berhubungan dengan perumahan.

Kuatnya perekonomian AS akan semakin membuat The Fed menunda penurunan suku bunga. Kondisi ini bisa membuat upaya BI dalam melakukan intervensi demi menyelamatkan mata uang Garuda terhambat.

Pelemahan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini bukan menjadi hal baru. Adapun mata uang Garuda juga pernah tertekan, terutama saat krisis ekonomi 1998 hingga periode taper tantrum.

Mengutip riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bertajuk Depresiasi Rupiah, Perlukah Panik?, depresiasi rupiah di 2024 ini tidak akan sedalam seperti yang terjadi pada saat krisis keuangan Asia di 1998, krisis keuangan global di 2008, maupun krisis akibat pandemi 2020, yang meningkat pesat namun pada akhirnya kembali ke level alamiahnya. 

"Kondisi pelemahan Rupiah kali ini mirip seperti kejadian taper-tantrum 2013, 2018, dan 2022. Pergerakan Rupiah sangat didominasi oleh sentimen pergerakan suku bunga the Fed, situasi geopolitik dan perekonomian global," demikian riset yang ditulis Nauli A. Desdiani, Zehan Pricillia, dan Jahen F. Rezki tersebut.

Namun, hal ini perlu diantisipasi karena meskipun tidak melemah secara drastis, namun pada umumnya depresiasi rupiah yang terjadi ketika periode pengetatan suku bunga ASmembuat nilai mata uang persisten naik dan mencetak level alamiah yang baru. 

Apa yang terjadi saat ini, sebetulnya merupakan implikasi lanjutan dari kebijakan The Fed yang masih bertahan pada tingkat suku bunga kebijakan tertingginya sejak Juli 2023, yang juga diperparah dengan situasi konflik yang terjadi di Timur Tengah. (WHY)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.