Note

Dolar AS Betah di Rp 16.200, Bisakah Balik ke Rp 6.500 Seperti Era Habibie?

· Views 14
Dolar AS Betah di Rp 16.200, Bisakah Balik ke Rp 6.500 Seperti Era Habibie?
Foto: Pradita Utama
Jakarta

Dolar Amerika Serikat (AS) masih perkasa di kisaran Rp 16.200. Penguatan dolar AS ini disebut-sebut karena pengaruh dari eksternal.

Di era Presiden ke-3 BJ Habibie, dolar juga pernah menguat hingga Rp 15.000. Saat itu, dolar kemudian bisa dijinakan hingga menjadi Rp 6.500 di akhir pemerintahan. Lantas, bisakah terulang?

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menilai, sulit bagi rupiah kembali seperti era Habibie. Dia mengatakan, rupiah telah menuju keseimbangan baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ini kayaknya nggak mungkin turun sejauh itu. Rupiah sudah bergerak menuju normal baru," katanya kepada detikcom, Selasa (23/4/2024).

Apalagi, kata dia, kala itu dolar bergerak dari angka Rp 2.500-an. Bukan seperti sekarang yang bergerak dari angka Rp 15.000. Dia mengatakan, dolar kala itu bisa jinak karena Habibie mengikuti saran IMF sehingga meningkatkan kepercayaan investor.

ADVERTISEMENT

"Bisa turun karena Habibie akhirnya mengikuti saran IMF dan IMF memberikan kredit untuk meningkatkan likuiditas dan meningkatkan kepercayaan investor," ujarnya.

Senada, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menerangkan, tak bisa disamakan pergerakan rupiah saat ini dengan era Habibie. Dia mengatakan, di era Habibie rupiah dari Rp 2.500 per dolar AS ke Rp 16.000. Artinya, rupiah telah kehilangan nilainya hingga 85%. Sementara, saat ini rupiah melemah dari Rp 15.800 ke Rp 16.200 per dolar AS.

"Tidak bisa disamakan rupiah di zaman Habibie dengan posisi rupiah sekarang. Pelemahan yang terjadi ketika itu dari posisi Rp 2.500 ke Rp 16.000. Rupiah kehilangan nilainya sekitar 85% dalam hitungan bulan. Saat ini Rp melemah dari Rp 15.800 ke Rp 16.200, melemah sekitar 2,5%," terangnya.

Menurutnya, pergerakan mata uang tidak dilihat dari nominalnya, tapi dari persentase perubahan pelemahannya. "Sejauh ini rupiah masih jadi salah satu negara yang pelemahan mata uangnya lebih ringan dibanding misalnya yen (-15%), ringgit Malaysia (-8%), won Korea (8%), thai baht (5,8%) atau China yuan (4,7%)," katanya.

Lebih lanjut, David menilai, pergerakan rupiah akhir-akhir lebih dipengaruhi oleh perkembangan eksternal. Ia menyebut karena ekspektasi bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang masih akan menahan suku bunga acuan.

Selain itu, ia juga mengatakan, pergerakan rupiah dipengaruhi oleh ketegangan di Timur Tengah. Ia menambahkan, situasi domestik seperti sidang sengketa Pilpres tidak memberikan pengaruh.

"Saya pikir pergerakan rupiah akhir-akhir ini lebih terkait perkembangan eksternal, terkait ekspektasi bahwa Fed masih akan menahan suku bunga patokannya dan ketegangan geopolitik akhir-akhir ini di Timteng (Timur Tengah) dan tidak terkait dengan isu domestik misalnya sidang MK," katanya.

(acd/rrd)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.