Tren Penjualan Meningkat, Studi Ungkap Mobil Listrik Bisa Kurangi Emisi 85 Persen
IDXChannel - Laporan terbaru International Council on Clean Transportation (ICCT) yang dirilis pada Rabu (28/2/2024) menemukan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) bisa mereduksi emisi hingga 85 persen.
Reduksi emisi tersebut bisa dioptimalkan jika pengisian daya kendaraan listrik baterai menggunakan listrik dari sumber energi terbarukan.
Temuan ICCT ini bertajuk Perbandingan Daur Hidup Emisi Gas Rumah Kaca dari Kendaraan Bermotor Mesin Bakar dengan Kendaraan Listrik pada Mobil Penumpang dan Sepeda Motor di Indonesia.
Lembaga tersebut membandingkan antara kendaraan bahan bakar fosil (BBM), kendaraan listrik hibrida konvensional (HEV), kendaraan listrik hibrida plug-in (PHEV), kendaraan listrik sel bahan bakar hidrogen (FCEV), dan kendaraan listrik baterai (BEV).
ICCT menggunakan asumsi penggunaan kendaraan serta sumber energi 2023. Kajian ini juga melakukan proyeksi untuk 2030 berdasarkan rencana pemerintah dalam mencapai target emisi nol bersih (NZE) pada 2060, terutama penambahan bauran sumber energi terbarukan. Perbandingan emisi kendaraan BBM, hydbrid, dan berbasis baterai.
“Kendaraan listrik baterai hanya menghasilkan separuh dari emisi kendaraan BBM yang dijual pada 2030, bahkan bisa lebih rendah,” ujar Georg Bieker, peneliti senior ICCT.
Sebagai informasi, menurut data Gaikindo, pada Desember 2023 volume penjualan kendaraan listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) di Indonesia mencapai sekitar 3,2 ribu unit.
Angka penjualan dari produsen ke distributor (wholesale) tersebut melonjak 65 persen dibanding November 2023 (month-on-month/mom), serta lebih tinggi sekitar 33 persen dibanding Desember 2022 (year-on-year/yoy).
Daya Tarik EV dan Potensi Hilirisasi Nikel
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin mengatakan, sektor transportasi merupakan kontributor emisi GRK kedua terbesar di Indonesia dan terbesar di Jakarta.
Menurut Rachmat, pemerintah akan melanjutkan insentif keringanan pajak, serta menerbitkan peraturan yang menangguhkan bea impor masuk kendaraan listrik guna mengenjot produksi dalam negeri.
Pemerintah, sedang berkoordinasi untuk menarik investor seperti dari Citroën agar membangun kendaraan listrik baterai di dalam negeri per Juli tahun ini.
Rachmat juga mengatakan, pemerintah sebelumnya telah menyiapkan dua jenis insentif untuk sepeda motor dan mobil listrik.
“Untuk motor kami berikan subsidi Rp7 juta, untuk mobil 10 persen pajak pertambahan nilainya ditanggung pemerintah,” ungkapnya.
Rachmat menambahkan, pemerintah optimis dengan potensi nikel di Indonesia yang bisa mendatangkan nilai tambah terhadap perekonomian nasional. Salah satunya dengan hadirnya kendaraan listrik di Indonesia.
“Agar nikel kita bisa digunakan di dalam negeri, maka pabrik mobilnya harus datang dulu ke Indonesia. Itu baru kita bisa produksi baterai listrik. Kalau belum ada pabriknya, maka akan sulit untuk memproduksi baterai kita sendiri,”imbuh Rachmat.
Rachmat menambahkan, pasar kendaraan listrik di Indonesia sudah semakin beragam memasuki tahun 2024. Artinya, konsumen sudah memiliki lebih banyak pilihan mobil listrik yang bisa dijajal. (Lihat gambar di bawah ini.)
Rekomendasi Kebijakan
Kajian ICCT mengusulkan empat opsi kebijakan untuk mendorong memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Pertama, pemerintah dapat memberlakukan kebijakan khusus untuk meningkatkan produksi baterai dan kendaraan listrik secara domestik.
Kebijakan ini dapat ditempuh dengan menetapkan target produksi dan penjualan kendaraan listrik melalui Kementerian Perindustrian. Kebijakan ini juga disandingkan dengan insentif pengurangan pajak produsen kendaraan listrik.
Kedua, pemerintah dapat mempertimbangkan penghentian produksi dan penjualan mobil dan sepeda motor BBM, serta HEV dan PHEV, secara bertahap pada 2040. Hal ini penting dilakukan untuk mempercepat pencapaian target NZE 2060.
Ketiga, pemerintah dapat menetapkan mandat penjualan kendaraan listrik dan/atau penerapan Corporate Average Fuel Economy (CAFE) Standard untuk membantu produsen meningkatkan pangsa kendaraan listrik baterai.
Perlu diketahui, CAFE Standard adalah upaya untuk mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan seperti pada jenis kendaraan mobil dan truk berukuran kecil melalui penerapan standar efisiensi bahan bakar.
Opsi terakhir, pemerintah pusat maupun daerah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi pembelian kendaraan listrik baterai dan insentif pajak yang lebih beragam. Kebijakan ini perlu diimbangi dengan kebijakan feebate/rebate atau cukai untuk kendaraan dengan tingkat polusi atau konsumsi bahan bakar yang tinggi.
“Selain insentif, kebijakan non-insentif seperti pengecualian ganjil-genap di Jakarta atau penerapan tarif khusus untuk parkir kendaraan listrik baterai dan lainnya bisa membantu,” kata peneliti senior ICCT, Aditya Mahalana.
Dia juga menyampaikan usulan opsi keringanan biaya untuk mengisi baterai kendaraan listrik baterai di luar peak hour (dari malam sampai pagi hari). (ADF)
Reprinted from Idxchannel,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.