Note

Anak Buah Luhut Beberkan Alasan Penggunaan Kendaraan Listrik Mesti Didorong

· Views 17
Anak Buah Luhut Beberkan Alasan Penggunaan Kendaraan Listrik Mesti Didorong
Foto: Getty Images/iStockphoto/Tramino
Jakarta

Sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang notabene menyebabkan pemanasan global. Berdasarkan hasil kajian International Council on Clean Transportation (ICCT), emisi dari sektor transportasi di Indonesia akan meningkat sebanyak dua kali lipat pada 2050.

"Menurut perhitungan ICCT, pada 2050 emisi dari sektor transportasi akan meningkat sebanyak dua kali lipat dari sekarang," ucap Senior Researcher ICCT, Aditya Mahalana, dalam keterangannya, Rabu (29/2/2024).

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Rachmat Kaimuddin juga menyatakan hal yang sama. Dia menjelaskan bahwa sektor transportasi merupakan kontributor emisi GRK kedua terbesar di Indonesia. Sektor transportasi sendiri merupakan penyumbang emisi GRK terbesar di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan catatan pemerintah, sektor transportasi saat ini menyumbang 27% dari total emisi GRK. Angka ini berpotensi naik seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh sebab itu, Rachmat mengatakan pemerintah berupaya untuk mendorong pengggunaan mobil listrik. Potensi kendaraan listrik baterai disebutnya yang paling besar untuk mereduksi GRK dibandingkan jenis kendaraan rendah emisi lainnya.

"Pemerintah mau mendorong adopsi kendaraan nol emisi. Kendaraan paling sesuai dengan itu adalah kendaraan listrik baterai," ujarnya.

Menurut riset ICCT yang mengkaji daur hidup emisi (life-cycle emissions) pada kendaraan roda empat dan dua, Rachmat mengatakan ada potensi untuk mereduksi emisi GRK dengan membandingkan berbagai sumber rangkaian tenaganya (powertrain). Daur hidup emisi merujuk pada emisi kendaraan, mulai dari proses manufaktur, bahan bakar termasuk proses penambangan, pengilangan dan pembangkitan listrik, sampai dengan akhir hidup kendaraan tersebut dengan masa pakai umumnya 18-20 tahun.

ICCT kemudian membandingkan lima rangkaian tenaga kendaraan yakni kendaraan bahan bakar fosil (BBM), kendaraan listrik hibrida konvensional (HEV), kendaraan listrik hibrida plug-in (PHEV), kendaraan listrik sel bahan bakar hidrogen (FCEV), dan kendaraan listrik baterai. Dari hasil perbandingan, kendaraan listrik menjadi kendaraan yang paling menghasilkan emisi GRK.

"Kendaraan listrik baterai hanya menghasilkan separuh dari emisi kendaraan BBM yang dijual pada 2030, bahkan bisa lebih rendah," ujar Senior Researcher ICCT Georg Bieker.

Perhitungan kajian pin menunjukkan, daur hidup emisi kendaraan listrik baterai untuk segmen kendaraan kecil, sport utility vehicle (SUV), dan multipurpose vehicle (MPV) pada 2023 sebesar 47-56% lebih rendah dibandingkan kendaraan BBM. Sementara proyeksi daur hidup emisi untuk SUV pada 2030, diperkirakan menjadi 52-65 persen lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan BBM yang diproduksi pada 2023.

Apabila pengisian daya kendaraan listrik baterai menggunakan listrik dari sumber energi terbarukan, maka potensi emisinya bisa mencapai 85 persen lebih rendah.

"HEV dan PHEV bisa membantu mengurangi emisi, tapi tidak dalam jangka panjang. Kedua kendaraan ini tidak memungkinkan untuk mencapai target NZE (net-zero emission) 2060," beber Bieker.

HEV masih menggunakan BBM dan hanya menawarkan manfaat efisiensi bahan bakar. PHEV juga masih mengandalkan BBM sebagai bahan bakar utamanya.

Sepeda motor listrik juga tercakup dalam kajian ICCT. Berdasarkan kajian tersebut, sepeda motor listrik juga punya potensi mengurangi emisi GRK dibanding motor konvensional. Kajian ICCT menunjukkan pada 2023, daur hidup emisi sepeda motor segmen sepeda motor listrik lebih rendah sebesar 26-35 persen dibanding sepeda motor BBM.

Proyeksi daur hidup emisi sepeda motor listrik pada 2030 memiliki potensi reduksi emisi sebesar 34-51 persen dibanding sepeda motor BBM yang diproduksi pada 2023.

Oleh sebab itu, kajian ICCT mengusulkan empat opsi kebijakan. Pertama, pemerintah dapat memberlakukan kebijakan khusus untuk meningkatkan produksi baterai dan kendaraan listrik secara domestik.

Kebijakan ini dapat ditempuh dengan menetapkan target produksi dan penjualan kendaraan listrik melalui Kementerian Perindustrian. Kebijakan ini juga disandingkan dengan insentif pengurangan pajak produsen kendaraan listrik.

Kedua, pemerintah dapat mempertimbangkan penghentian produksi dan penjualan mobil dan sepeda motor BBM, serta HEV dan PHEV, secara bertahap pada 2040. Hal ini penting dilakukan untuk mempercepat pencapaian target NZE 2060.

Ketiga, pemerintah dapat menetapkan mandat penjualan kendaraan listrik dan/atau penerapan Corporate Average Fuel Economy (CAFE) Standard untuk membantu produsen meningkatkan pangsa kendaraan listrik baterai. Perlu diketahui, CAFE Standard adalah upaya untuk mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan seperti pada jenis kendaraan mobil dan truk berukuran kecil melalui penerapan standar efisiensi bahan bakar.

Opsi terakhir, pemerintah pusat maupun daerah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi pembelian kendaraan listrik baterai dan insentif pajak yang lebih beragam. Kebijakan ini diimbangi dengan kebijakan feebate/rebate atau cukai untuk kendaraan dengan tingkat polusi atau konsumsi bahan bakar yang tinggi.

"Selain insentif, kebijakan non-insentif seperti pengecualian ganjil-genap di Jakarta atau penerapan tarif khusus untuk parkir kendaraan listrik baterai dan lainnya bisa membantu," sambung Aditya.

Ia pun menyampaikan opsi keringanan biaya untuk mengisi baterai kendaraan listrik baterai di luar peak hour (dari malam sampai pagi hari).

Menanggapi kajian tersebut, Rachmat Kaimuddin menjelaskan pemerintah akan berupaya mendorong pengunaan kendaraan bertenaga listrik. Menurut Rachmat, pemerintah akan melanjutkan insentif keringanan pajak, serta menerbitkan peraturan yang menangguhkan bea impor masuk kendaraan listrik guna mengenjot produksi dalam negeri.

Pemerintah, kata dia, sedang berkoordinasi untuk menarik investor seperti dari Citroën agar membangun kendaraan listrik baterai di dalam negeri per Juli tahun ini. Rachmat juga mengatakan, pemerintah sebelumnya telah menyiapkan dua jenis insentif untuk sepeda motor dan mobil listrik.

"Untuk motor kami berikan subsidi Rp7 juta, untuk mobil 10 persen pajak pertambahan nilainya ditanggung pemerintah," pungkasnya.

(das/das)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.