Eks Menperin Saleh Husin Ungkap Pentingnya Hilirisasi Sawit buat Geber Ekonomi RI

Mantan Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin telah menyelesaikan disertasi berjudul 'Hilirisasi Industri Sawit untuk Memperkuat Perekonomian Nasional dan Meningkatkan Posisi Tawar Indonesia dalam Perdagangan Dunia'.

Dalam penelitiannya ini, Saleh menjelaskan pentingnya hilirisasi untuk penguatan ekonomi dalam negeri dengan menggenjot ekspor, menurunkan impor, penghematan devisa dan menambah produk domestik bruto (PDB).

Apalagi, Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi produsen sekaligus konsumen kelapa sawit terbesar di dunia.

"Sekalipun Indonesia adalah produsen sawit terbesar dunia, produktivitas kebun sawit Indonesia tergolong rendah. Bahkan dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, biaya produksi sawit Indonesia cukup tinggi, karena terdapat komponen-komponen biaya yang tidak efektif dan efisien," tulis Saleh Husin dikutip dari disertasinya, Minggu (25/2/2024).

Hilirisasi dibutuhkan untuk menjawab tantangan tersebut. Hal ini karena pengolahan bahan baku mentah menjadi produk dengan nilai tambah lebih tinggi, memiliki sejumlah manfaat untuk negara berkembang. Tak cuma itu, hilirisasi juga bisa menjadi instrumen penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan negara. Namun memang masih ada pro dan kontra dengan langkah hilirisasi ini.

Masih dalam penelitian Saleh dijabarkan, hilirisasi bisa memberi nilai tambah dari produk kelapa sawit yang akan diekspor. Dengan naiknya nilai ekspor, maka otomatis bisa meningkatkan PDB.

Lalu tingginya kebutuhan terhadap kelapa sawit di dalam negeri juga bisa mengerek harga. Sehingga petani sawit juga bisa meningkatkan produktivitas lahannya. Karena buah sawit yang dihasilkan harganya bisa makin tinggi. Pendapatan bisa makin naik, kesejahteraan naik dan juga berkontribusi pada PDB.

Hilirisasi ini juga akan meningkatkan kebutuhan CPO di dalam negeri. Semakin banyaknya kebutuhan di dalam negeri maka di dalam negeri bisa mengendalikan volume ekspor CPO. Jika volume ekspor CPO dikurangi, maka harga CPO bisa meningkat.

"Di dalam negeri produksi produk-produk hilir ditingkatkan dengan memperbanyak stok. Sebaliknya jika volume ekspor CPO ditambah, maka harga CPO akan turun. Stok produk hilir dikeluarkan, produksi dikurangi. Dengan demikian Indonesia dapat mengendalikan harga CPO internasional dan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi pada pasar sawit internasional," jelas dia.

Saleh juga menjelaskan, jika Indonesia memiliki pesaing berat yaitu Malaysia. Meskipun memang, produksi sawit Malaysia lebih kecil dibandingkan Indonesia. Pasalnya, sawit hanya bisa tumbuh di wilayah tropis dan subtropis dan punya iklim panas dan lembap sepanjang tahun. Karena itu cocok seperti di Asia Tenggara seperti di Indonesia dan Malaysia.

Malaysia kini juga sudah memiliki Bursa Malaysia Derivatives (BMD) dan berbasis di Malaysia yang merupakan bursa komoditas kelapa sawit internasional terkemuka dalam perdagangan Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya. Tak cuma Malaysia ada juga Intercontinental Exchange (ICE) yang berbasis di London, Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) atau bursa komoditas di Indonesia yang menyediakan platform perdagangan untuk kontrak berjangka CPO. Lalu Multi Commodity Exchange yang merupakan bursa komoditas utama di India dan Dalian Commodity Exhange (DCE) yang terkemuka di China.