Note

Prabowo Sebut Presiden Sukarno Pakai Alutsista Bekas, Benarkah?

· Views 27
Prabowo Sebut Presiden Sukarno Pakai Alutsista Bekas, Benarkah?
Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Jakarta

Calon Presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto mengatakan pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, Indonesia pernah menggunakan peralatan tempur bekas dalam perang pembebasan Irian Barat. Hal ini disampaikan Prabowo ketika menjawab pertanyaan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo.

"Data data yang Bapak (Ganjar) ungkapkan mengenai pesawat bekas, saya ingatkan, Bung Karno waktu menghadapi Irian Barat seluruh alatnya bekas, Pak Ganjar. Bung Karno seluruh pesawat terbang, kapal selam, cruiser destroyer, semuanya bekas," kata Prabowo dalam debat Pilpres, Minggu (7/1) kemarin.

Prabowo mengatakan hingga saat ini Indonesia masih memakai beberapa alat bekas. Dia mengingatkan alutsista itu yang terpenting adalah usianya, bukan kondisi bekas atau barunya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atas pernyataan ini juga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta capres nomor urut 2 Prabowo Subianto melakukan koreksi terhadap pernyataannya di debat ketiga Pilpres 2024 terkait penggunaan alat bekas saat operasi Irian Barat di era Presiden Sukarno. Sebab ia berpendapat hal itu tidak benar.

Lantas apakah benar Presiden Sukarno pernah melakukan pengadaan alutistas bekas untuk operasi pembebasan Irian Barat?

Dalam situs resmi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dijelaskan pada era pemerintahan Sukarno, pemerintah saat itu memang kerap melakukan pengadaan alutsista. Pengadaan ini didominasi melalui impor dari Uni Soviet termasuk saat melakukan operasi pembebasan Irian Barat.

Sebab secara umum operasi militer pada periode tersebut memang didominasi perjuangan menghadapi agresi dan pemberontakan serta separatisme.

Dalam periode tersebut dua sistem senjata yang paling banyak diakuisisi adalah kapal perang dan pesawat tempur. Pengadaan ini dilakukan sesuai dengan kondisi geopolitik RI di mana ada kebutuhan bagi pemerintah untuk mempertahankan wilayah yang merupakan negara kepulauan.

Sementara itu berdasarkan situs majalah sejarah Historia, secara spesifik dijelaskan untuk menjalankan operasi militer di Irian Barat, Presiden Sukarno memang melakukan pengadaan alutsista dari Uni Soviet.

Perintah pengadaan ini disampaikan Sukarno Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan, Jenderal Abdul Haris Nasution, sekitar akhir November atau awal Desember 1960.

"Nas, kamu saya utus ke Moskow. Persiapkan segala sesuatu," perintah lisan Sukarno kepada Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama seperti dikutip dari Historia, Selasa (9/1/2024).

Perintah itu disampaikan kepada Nasution mengingat kala itu Indonesia gagal melobi Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memperoleh senjata berat ofensif. Kala itu Presiden AS Eisenhower enggan menjual persenjataannya kepada Indonesia lantaran terikat persekutuan dengan Belanda dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Singkat cerita Jenderal Nasution diutus ke Moskow pada akhir Desember 1960. Selama seminggu proses negosiasi, persetujuan pembelian senjata berhasil rampung pada 6 Januari 1961.

Diplomat kawakan Ganis Harsono dalam Cakrawala Politik Era Sukarno mencatat kerjasama militer itu tertera dalam piagam 'untuk membela perdamaian dan persaudaraan di Asia Tenggara'.

Nasution pulang ke Indonesia dengan membawa peralatan tempur senilai US$ 450 juta. Mekanisme pembayaran dilakukan secara kredit berjangka 20 tahun dengan bunga 2,5%. Kebutuhan Angkatan Laut dan Angkatan Udara menempati slot utama dalam agenda pembelian tersebut.

"Yang terbesar ialah untuk AL. Termasuk 12 kapal selam, belasan kapal roket cepat, pesawat-pesawat AL, helikopter-helikopter dan peralatan amfibi untuk KKO lebih kurang 3 resimen," ungkap Nasution.

Kemudian untuk Angkatan Udara memperoleh pesawat jet tempur, pesawat pembom, dan sistem pertahanan udara beserta radarnya. Sedangkan untuk Angkatan Darat terbatas pada tank dan perlengkapan artileri.

Namun proses pengadaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena sistem persenjataan Soviet yang dialihkan untuk Indonesia memerlukan waktu dalam operasionalnya yang meliputi proses pengiriman, persiapan pangkalan udara dan laut, serta pelatihan teknisi.

Oleh karenanya, Indonesia masih terikat untuk melanjutkan pembelian senjata dari Uni Soviet hingga Juni 1961. Walaupun belum siap tempur, namun persenjataan dari Uni Soviet memberi suntikan moral bagi Angkatan Perang Indonesia.

Menurut Johannes Soedjati Djiwandono dalam 'Konfrontasi Revisited: Indonesia Foreign Policy Under Sukarno', Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia yang memperoleh senjata berat termutakhir dari Uni Soviet. Beberapa diantaranya seperti pesawat bomber jarak menengah TU-16 dan pesawat jet tempur MIG-21.

Namun, sejauh ini tidak dijelaskan secara pasti apakah armada yang diterima Indonesia dari Uni Soviet kala itu merupakan alutistas bekas atau tidak.

(fdl/fdl)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.