Note

Kolaborasi Mineral Kritis untuk Kemitraan Indonesia-AS yang Lebih Strategis

· Views 14
Kolaborasi Mineral Kritis untuk Kemitraan Indonesia-AS yang Lebih Strategis
Ilustrasi/Foto: Dok. Istimewa
Jakarta

"You know, I've told you this before, but Indonesia is a critical player - critical in the clean energy transition world", itulah yang diungkapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden saat bertemu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Gedung Putih pada Bulan November lalu.

Sebagai negara yang dipandang berperan penting, sudah seyogyanya Indonesia menjadi mitra utama AS termasuk dalam pengolahan mineral kritis untuk mendukung keberhasilan transisi energi kedua negara. Akan tetapi, sepertinya kedua negara masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengoptimalkan peluang kerja sama tersebut.

Biden benar, Indonesia merupakan salah satu negara kunci dalam mendorong transisi energi dunia. Peran ini tidak terlepas dari fakta bahwa Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam utama pendukung transisi energi bersih seperti nikel dan kobalt yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain berkontribusi terhadap transisi energi bersih, pengolahan sumber daya mineral strategis tersebut juga sejalan dengan rencana pembangunan pemerintah yakni hilirisasi untuk membangkitkan kembali industri nasional dan mendorong transformasi ekonomi. Untuk mendorong hilirisasi tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan peningkatan nilai tambah pada sumber daya alam.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi menyampaikan harapan agar Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam rantai pasok kendaraan listrik. Sebagian pihak memandang bahwa cita-cita tersebut menghadapi tantangan dengan berlakunya undang-undang inflation reduction act (IRA) yang dikeluarkan oleh Pemerintah AS.

Dalam undang-undang tersebut, Pemerintah AS akan memberikan subsidi sebesar US$ 3.750 untuk kendaraan listrik yang mineral kritis untuk baterainya ditambang atau diproses di AS atau di negara yang memiliki perjanjian kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan AS.

Kebijakan IRA tersebut dinilai sebagian kalangan dapat menjadi hambatan besar bagi masuknya investasi ke Indonesia pada rantai pasok kendaraan listrik. Hal ini dikarenakan Indonesia hingga saat ini belum memiliki FTA dengan AS, sehingga baterai EV yang menggunakan produk olahan mineral Indonesia tidak berhak mendapat subsidi konsumen senilai US$ 3.750.

Hal ini akan menyebabkan ekspor olahan mineral Indonesia kalah saing ketimbang hasil olahan mineral dari negara lain yang memiliki FTA dengan Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi investasi yang masuk ke Indonesia, karena akan menurunkan minat investor yang berorientasi pada ekspor.

Selain itu, negara lain penghasil mineral kritis seperti Chile dan Australia telah memiliki FTA sehingga posisi Indonesia semakin sulit dalam rantai pasok mobil listrik.

Meskipun IRA dipandang sebagian pihak sebagai tantangan, justru kebijakan AS tersebut melahirkan peluang baru bagi kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dan negara Paman Sam tersebut. Kebijakan IRA ini semakin menegaskan betapa kedua negara memiliki hubungan dengan potensi saling menguntungkan yang signifikan.

Lanjut ke halaman berikutnya

Halaman 1 2 3
Selanjutnya

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.