Note

Telat Bangun Smelter, Freeport Dipastikan Kena Denda Administratif Rp7,7 Triliun

· Views 26

Pasardana.id - PT Freeport Indonesia (PTFI) dipastikan bakal mendapat sanksi karena keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter).

Berdasarkan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai potensi denda administratif yang perlu dibayarkan PTFI kepada negara atas keterlambatan pembangunan smelter sebesar USD 501,95 juta atau setara Rp 7,77 triliun (kurs Rp 15.494).

Smelter tembaga tersebut berada di Manyar, Gresik, Jawa Timur.

Keterlambatan pembangunan ini menyebabkan PTFI mendapatkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga hingga tahun 2024, yang seharusnya disetop pada pertengahan tahun 2023.

Relaksasi ini sudah disetujui pemerintah.

"Sebenarnya boleh saja (relaksasi), tapi pastikan ada sanksi yang mereka dapatkan. Karena kita akan sudah menyetop (ekspor)," kata Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, Jakarta, Senin (11/12).

Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023, BPK mengungkapkan perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian PTFI tidak sesuai dengan ketentuan.

Laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan fasilitas pemurnian PTFI tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.

BPK melanjutkan, hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan bahwa progres yang dicapai PTFI tidak mencapai 90 persen, sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam.

BPK pun melakukan penghitungan potensi denda dengan menggunakan data realisasi penjualan ekspor PTFI dan diperoleh nilai potensi denda administratif keterlambatan sebesar USD 501,94 juta.

Hal ini yang mengakibatkan negara berpotensi tidak segera memperoleh penerimaan denda administratif dari PTFI sebesar USD 501,94 juta.

Sementara itu, lewat kesempatan tersebut, Bahlil menegaskan posisi pemerintah sebagai regulator dan pengusaha harus patuh diatur lewat regulasi, bukan sebaliknya.

"Jadi negara tidak bisa lagi diatur oleh pengusaha. Pengusaha harus diatur oleh negara lewat aturan. Jadi, gaya-gaya lama enggak bisa lagi. Kalau mau ekspor oke, tapi ada kompensasi yang negara dapat dari ekspor," tegas Bahlil.

 

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.