Note

Kejagung Tetapkan Emirsyah Jadi Tersangka, Kasus Eks Dirut Garuda (GIAA) Kembali Disorot

· Views 55
Kejagung Tetapkan Emirsyah Jadi Tersangka, Kasus Eks Dirut Garuda (GIAA) Kembali Disorot
Kejagung Tetapkan Emirsyah Jadi Tersangka, Kasus Eks Dirut Garuda (GIAA) Kembali Disorot (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kejaksaan Agung Republik Indonesia(Kejagung RI) telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Emirsyah Satar, sebagai tersangka dalam korupsi yang sembelit maskapai milik pemerintah tersebut.

Dalam hal ini, Emirsyah Satar diputuskan menjadi tersangka atas pengadaan dan sewa pesawat CRJ 1000 serta ATR 72-600, yang dinilai telah merugikan negara hingga mencapai Rp 8,8 triliun.
 
Sama seperti kasusnya yang diproses di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Emirsyah ditetapkan sebagai tersangka, bersama mitra bisnisnya, yaitu Soetikno Soedarjo selaku Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA).
 
Putusan tersebut pun menjadi sorotan banyak pihak, lantaran dua kasus korupsi yang tengah diproses di Kejagung dan KPK tersebut dinilai saling beririsan.

Baca Juga:
Kejagung Tetapkan Emirsyah Jadi Tersangka, Kasus Eks Dirut Garuda (GIAA) Kembali Disorot Mengungkap Tabir Eks Dirut Garuda (GIAA) Emirsyah Satar Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat

"Saya melihat dua putusan kasus ini adalah Ne Bis In Idem, yaitu ada kesamaan dalam objek perkara, atau dengan kata lain terjadi pengulangan kasus untuk sebuah perbuatan yang sama," ujar Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, dalam keterangan resminya.

Dalam ketentuan yang mengatur tentang Ne Bis In Idem, menurut Abdul, dinyatakan bahwa orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang sama, perbuatan yang oleh hakim di Indonesia, terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
 
Artinya, sudah ada putusan yang diambil sebelumnya, terhadap perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana, di mana putusan tersebut telah menjadi tetap, sudah dijalankan dan dieksekusi.

Baca Juga:
Kejagung Tetapkan Emirsyah Jadi Tersangka, Kasus Eks Dirut Garuda (GIAA) Kembali Disorot Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat, Ini Peran Eks Dirut Garuda (GIAA) Emirsyah Satar

"Kecuali dalam hal putusan hakim yang mungkin masih diulangi, baru hal tersebut diperbolehkan. Selain itu, dengan obyek perbuatan yang sama, maka tidak boleh (dituntut hingga dua kali)," tutur Abdul.

Jika kasus tersebut dirunut kembali sejak awal, menurut Abdul, maka perbuatan Emirsyah Satar merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pribadi dan merugikan negara.

Baca Juga:
Kejagung Tetapkan Emirsyah Jadi Tersangka, Kasus Eks Dirut Garuda (GIAA) Kembali Disorot Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat, Eks Dirut Garuda (GIAA) Emirsyah Tak Ditahan

Sedangkan, di lain pihak, KPK justru menyimpulkan bahwa terjadi kegiatan yang intinya berujung pada gratifikasi, yaitu penerimaan yang dilakukan seseorang berkaitan dengan jabatannya, yang kemudian hal tersebut dikualifikasikan sebagai bagian dari tindak pidana korupsi.

"Sehingga perlu dipertanyakan, mengapa dulu KPK ketika mengusut pertama kali, tidak fokus pada perbuatan (perbuatan hukum yang merugikan negara) itu? Kenapa KPK tidak menuntut dengan pasal 2 atau pasal 3 UU Korupsi, tapi malah lebih memilih pasal gratifikasi, sehingga pendekatan UU Korupsi itu kemudian yang sekarang dipakai oleh Kejaksaan. Itu pertanyaan besarnya," ungkap Abdul.

Sehingga, lanjut Abdul, fokus persoalan saat ini adalah apakah perbuatan yang pernah dikualifikasi dalam satu tuntutan tertentu, itu masih bisa diadili lagi lewat proses hukum yang berbeda.

Sebagaimana yang telah diceritakan oleh Penasehat Hukum Emirsyah, dari satu rangkaian kegiatan yang sama, ada lima perbuatan pengadaan pesawat yang oleh KPK dijadikan dasar untuk kasus gratifikasi.

Sedangkan, dalam dakwaan Kejaksaan, menurut informasi dari kuasa hukum tadi, hanya dua perbuatan pengadaan yang dijadikan dasar atas kasus perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.

"Dan dua (perbuatan) itu merupakan bagian dari lima (perbuatan) yang sudah pernah dituntut oleh KPK. Sehingga jelas bisa disimpulkan bahwa ini sebenarnya mengadili perbuatan yang sudah pernah diadili. Atau bahasa hukumnya Ne Bis In Idem. Jadi tidak boleh," tegas Abdul. (TSA)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.