Note

Memperluas Inklusi Keuangan dengan "Innovative Credit Scoring"

· Views 62

 

Oleh: Eisha Maghfiruha Rachbini* dan Izzudin Al Farras Adha**

INKLUSI keuangan merupakan salah satu penopang menuju Indonesia Emas 2045. Sebab, sektor riil sebagai motor kesejahteraan masyarakat ditopang oleh sektor keuangan.

Terlebih lagi, inklusi keuangan merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta aspek penting dalam pencapaian SDGs (World Bank, 2023).

Meski angka inklusi keuangan senantiasa meningkat, kenaikan inklusi keuangan tersebut perlu diakselerasi.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan, angka inklusi keuangan Indonesia berada pada angka 85 persen. Padahal, target pemerintah Indonesia mencapai 90 persen pada 2024.

Baca juga: Perempuan Rentan terhadap Kemiskinan, OJK Fokus Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan

Sebagai perbandingan, capaian SNLIK 2022 tersebut masih berada di bawah beberapa negara tetangga, yaitu Singapura (98 persen), Thailand (96 persen), dan Malaysia (88 persen).

Oleh karena itu, perluasan akses keuangan di Indonesia tidak hanya perlu ditingkatkan untuk mencapai target, tetapi juga perlu percepatan untuk memperluas akses keuangan. Penggunaan teknologi di sektor keuangan dapat membantu memperluas akses keuangan.

Salah satu pemanfaatan teknologi tersebut adalah Innovative Credit Scoring (ICS), yakni penggunaan data non-keuangan, misalnya data telekomunikasi, data e-commerce, data media sosial, dan data dari dunia maya lainnya sebagai sumber data penilaian kredit.

Baca juga: OJK: Layanan Digital Berpeluang Dorong Inklusi Keuangan

Pengolahan data via artificial intelligence (AI) dan machine learning bisa memberikan penilaian kelayakan kredit dan pinjaman bagi kelompok unbanked dan underbanked secara lebih cepat, akurat, dan efisien.

Hal ini didukung oleh sejumlah studi di China yang menunjukkan bahwa penggunaan data non-tradisional dalam melakukan kelayakan kredit merupakan inovasi yang dapat mendukung perluasan kredit, terutama bagi kelompok yang memiliki historis kredit yang rendah, misalnya UMKM (Allen, Gu, and Jagtiani, 2020).

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.