Note

Bakal Merger dengan Citilink dan Pelita, Saham Garuda (GIAA) Nyaris ARA

· Views 68
Bakal Merger dengan Citilink dan Pelita, Saham Garuda (GIAA) Nyaris ARA
Bakal Merger dengan Citilink dan Pelita, Saham Garuda (GIAA) Nyaris ARA. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Saham emiten maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melesat tinggi di awal Rabu (23/8/2023), seiring adanya rencana merger dengan dua maskapai penerbangan pelat merah lainnya di tengah kondisi perusahaan yang sedang tertekan.

Seperti diketahui, Kementerian BUMN membuka opsi merger antara Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, dan Pelita Air Service (PAS).

Baca Juga:
Bakal Merger dengan Citilink dan Pelita, Saham Garuda (GIAA) Nyaris ARA Mengenal Saham Defensif, Keuntungan dan Kerugiannya untuk Investasi

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham GIAA melonjak 9,59 persen ke Rp80 per saham atau nyaris menembus batas auto rejection atas (ARA) 10 persen (untuk efek dalam pemantauan khusus).

GIAA mendapatkan notasi khusus (kategori 5 dan 8) dari bursa seiring mencatatkan ekuitas negatif hingga tengah dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.

Baca Juga:
Bakal Merger dengan Citilink dan Pelita, Saham Garuda (GIAA) Nyaris ARA Saham Meroket 109 Persen, Kapitalisasi Pasar Vinfast Nyaris Gabungan Ford dan GM

Dengan ini, saham GIAA naik selama 3 hari beruntun. Dalam sepekan, saham GIAA terbang 23,08 persen.

Respons Dirut GIAA

Baca Juga:
Bakal Merger dengan Citilink dan Pelita, Saham Garuda (GIAA) Nyaris ARA Melihat Performa Reksa Dana Saham: Apakah Layak Diburu di Semester II-2023?

Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya mendukung dan memandang positif wacana merger tersebut. Hanya saja, harus dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent.

"Mengenai rencana pengembangan sendiri masih dalam tahap awal, di mana kami tengah mengeksplorasi secara mendalam," ujar Irfan kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (22/8/2023).

Pendalaman kajian, lanjut dia, untuk melihat berbagai peluang bisnis yang dapat disinergikan antara tiga maskapai BUMN tersebut. Tujuannya, dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.

"Saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif," katanya.

Lebih lanjut, Irfan memandang rencana aksi korporasi itu juga mendukung kinerja dari pelaku industri aviasi Indonesia, selain menguatkan bisnis penerbangan ketiga entitas yang akan digabungkan.

"Oleh karenanya, mengenai proyeksi dari proses merger ini tentunya akan terus kami sampaikan secara berkelanjutan, sekiranya terdapat tindak lanjut penjajakan yang lebih spesifik atas realisasi rencana strategis tersebut," ungkap dia.

Rencana Erick

Rencana merger sendiri bermula dari pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir.

Opsi merger ketiga BUMN dalam klaster penerbangan ini merupakan upaya efisiensi Kementerian BUMN. Aksi serupa sudah dilakukan sebelumnya di sektor pelabuhan dan logistik dengan menggabungkan empat perusahaan PT Pelindo (Persero).

"Setelah melakukan rangkaian program efisiensi pada empat Pelindo, akan melanjutkan ke BUMN pada klaster lain, maskapai penerbangan. Saat ini, terdapat tiga BUMN yang bergerak dibidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air," ujar Erick melalui keterangan pers, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Garuda Indonesia, kata Erick, telah diselamatkan, setelah nyaris dibubarkan. Maskapai dengan kode saham GIAA itu pada akhirnya dipertahankan karena Indonesia perlu tetap memiliki flag carrier.

Garuda diselamatkan melalui rangkaian restrukturisasi paling rumit dalam sejarah penyelamatan korporasi Indonesia. Saat perusahaan diperjuangkan, lanjut Erick, di waktu yang sama telah dipersiapkan Pelita Air.

Hal itu dilakukan dengan tujuan agar Indonesia tetap memiliki flag carrier nasional, jika Garuda gagal diselamatkan.

Di lain sisi, dia mengaku Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.

Di Amerika Serikat, sebut Erick, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata pendapatan per kapita (GDP) mencapai USD40 ribu.

Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.

"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ucapnya. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.