Note

Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade

· Views 64
Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade
Kisah wartawan legendaris pasar modal nyaris empat dekade

IDXChannel - Komarudin Muchtar, akrab disapa Bang Komar menjadi salah satu wartawan legendaris di pasar modal Indonesia. Sebagai wartawan nyaris empat dekade, dia masih aktif sampai sekarang.   

Dia tak hanya aktif menulis berita, tapi juga masih kerap liputan ke lapangan, tak kalah dengan jurnalis-jurnalis muda berusia awal 20-an. 

Baca Juga:
Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade Deretan Raja Perbankan di Pasar Modal Nasional

Senin (14/8/2023) lalu, saya menemuinya di salah satu ruangan, di sudut lantai satu Tower 2 Bursa Efek Indonesia (BEI), kawasan Sudirman Central Business District (SCBD). Sosoknya masih tegap di usianya yang sudah menginjak kepala enam.

Hari itu, press room sepi karena memang tak ada agenda Bursa sama sekali. Hanya saya, Bang Komar, dan satu wartawan perempuan, yang memutuskan keluar ruangan ketika saya berbincang santai dengan wartawan kawakan itu. 

Baca Juga:
Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade Inilah Bintang Pasar Modal: Lima Saham Sektor Keuangan yang Sukses Manggung

Bang Komar pun mulai bercerita mengenai kisahnya menjadi jurnalis di pasar modal. Semua bermula ketika dia bekerja di salah satu media cetak bernama Harian Neraca. 

Saat itu tahun 1984, usianya sekitar 20 lebih sedikit. Di media tersebut, dia awalnya bekerja sebagai fotografer. Namun kebutuhan akan reporter pasar modal memaksanya merangkap menjadi wartawan tulis. 

Baca Juga:
Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade 3 Kisah Inspiratif Investor Muda Pasar Modal: Mulai Sejak Dini, Tuai Hasil di Kemudian Hari

Tanpa bisa menolak, dia menjalani dua pekerjaan, menulis sekaligus tukang foto profesional di pasar modal. 

"Saya awalnya fotografer di Harian Neraca, yang sering ngepos di pasar modal. Dari awal di pasar modal, motret-motret di sana. Ketika reporter kurang, akhirnya saya diperbantukan, nulis (berita) juga, motret juga," kata Bang Komar kepada IDXChannel. 

Baca Juga:
Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade Deretan Emiten Besar Asal Jawa Timur

Dia mengaku, tak mudah menjalani profesi barunya. Namun sedikit ilmu yang didapat saat menjadi fotografer di pasar modal membuatnya sedikit memahami cara kerjanya. 

Dia pun mulai menggali ilmu lebih dalam, belajar istilah-istilah hingga regulasi terkait pasar modal. Dia juga rajin membaca koran-koran ekonomi lain untuk menunjang tugas barunya. 

Baca Juga:
Kisah Wartawan Legendaris Pasar Modal Nyaris Empat Dekade Menelusuri Sejarah Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia 46 Tahun Lalu

Bahkan, juga 'mencuri ilmu' dari para broker, yang saat itu jumlahnya pun tak bisa dibilang banyak. Dalam perjalanannya, pemahamannya terhadap pasar modal membuat dia menjadi investor saham.
 
Sementara ketika menjalani profesi kewartawanannya, dia menggunakan motor Vespa yang dibelinya seharga Rp400 ribu, dengan gaji Rp750 ribu sebulan. Dia menyambangi gedung Bursa saban hari kerja, yang saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta (BEJ) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. 

Ini merupakan gedung pertama bursa hasil kesepakatan dengan Danareksa Jakarta Internasional. Di gedung itu, ada beberapa kantor broker. Tak jauh dari sana, berdiri Gedung Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam). 

Dia datang sebelum jam perdagangan Bursa dibuka pukul 10.00 WIB hingga closing pada 15.00 WIB. Tapi biasanya, dia berada di sana hingga pukul 17.00 WIB untuk mencari informasi lebih banyak sebelum kembali ke kantor untuk menulisnya. 

"Dulu nulis berita masih diketik, enggak ada press room, biasanya kita di ruangan broker. Saya datang (ke BEJ) pagi sampai jam 5 (17.00), baru ke kantor. Di kantor kerja biasanya sampai jam 10 (22.00)," ujar ayah tiga anak ini. 

Dia menuturkan, untuk mendapatkan informasi pada era 80-an pun tak semudah era digital. Kala itu, teknologi tak secanggih sekarang, belum ada digitalisasi, masih serba manualisasi. 

Bursa masih menggunakan papan tulis untuk memasukkan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga jual dan beli saham, yang ditulis menggunakan spidol. Bahkan masih menggunakan teropong untuk melihat harga jual saham karena keterbatasan komputer saat itu.

Semua transaksi saham pun masih dalam bentuk fisik. Jumlah emiten juga masih sedikit. Katanya, mereka pun tak setransparan sekarang. 

Alhasil, mendapatkan bahan berita pun harus pintar-pintar mencarinya. Data yang didapat di lantai Bursa harus disertai dengan penjelasan narasumber, baru berita itu bisa layak tayang. 

"Dulu enggak ada rilis, harus wawancara. Kalau sekarang ada rilis, keterbukaan informasi. Dulu harus cari, tanya ke Bapepam, Bursa, harus ada quote narsum," ujarnya. 

Dari manualisasi, dia baru merasakan kemudahan ketika sistem otomasi perdagangan, Jakarta Automated Trading System (JATS) lahir pada 1995, setelah gedung Bursa pindah ke kawasan elit SCBD. Kemudian digitalisasi pasar modal terus meningkat, dengan hadirnya Sistem Perdagangan Tanpa Warkat pada 2000. 

Dilanjutkan dengan sistem perdagangan jarak jauh atau remote trading dan sistem perdagangan JATS-NextG. Dan yang terbaru, mobile application bernama IDX Mobile, yang diluncurkan saat perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-31 BEI pada 13 Juli 2023 lalu.

Peristiwa Penting di Pasar Modal

Banyak berita yang sudah ditulisnya dan menjadi jejak profesi kewartawananya di pasar modal, mulai dari pergerakan IHSG hingga penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO), dan isu-isu lain yang menyertainya. 

Salah satu berita besar emiten yang ditulisnya soal PT Barito Pasific Tbk (BRPT) karena memiliki kedekatan dengan Cendana.

"Berita Barito, karena kedekatan dengan Cendana dan nilainya terlalu besar," ujarnya. 

Barito Pasific listing di Bursa pada 1 Oktober 1993, dengan menawarkan sebanyak 85 juta saham pada harga Rp7.200 per lembar. 

Dia juga menulis berita penjatahan saham IPO, yang sempat mendapat keluhan dari broker. Namun langsung diselesaikan karena hubungan baik dengan mereka. 

Selama jadi wartawan, dia mengalami banyak peristiwa, mulai dari perpindahan gedung Bursa, kondisi pasar modal saat krisis moneter, mergernya BEJ dan Bursa Efek Surabaya (BES) lalu menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI), lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pasar modal mencapai usia 46 tahun.  

Namun peristiwa yang paling diingat dan menjadi pemberitaannya adalah ketika kejatuhan Soeharto setelah 32 tahun berkuasa, yang dimulai dari krisis keuangan Asia pada 1997 hingga menyebabkan krisis ekonomi dan sosial parah di dalam negeri. 

Demo dan kerusuhan terjadi di mana-mana, hingga membuat pemerintah Orde Baru tumbang setahun setelahnya atau pada 1998. Aktivitas ekonomi lumpuh. 

Ekonomi mengalami resesi hebat, rupiah jeblok hingga tingkat inflasi tembus 77,63%. Sentimen negatif ini memberikan pukulan berat pada IHSG. 

"Demo di mana-mana bikin pasar modal gonjang-ganjing. IHSG volatile. Saya sempat habis karena sempet main (saham)," ucapnya. 

Hal serupa terulang kembali saat pandemi Covid-19. Awal 2020 hingga 20 Maret 2020, IHSG longsor hanya dalam waktu tiga bulan dari level 6.300 ke 3.900. 

Namun saat itu terjadi, dia sudah tak lagi menggunakan seragam Harian Neraca. Setelah 21 tahun mengabdi atau pada 2005 lalu, dia telah meninggalkan media ekonomi tersebut. 

Lima tahun kemudian atau pada 2010, dia mendirikan media online bernama Topsaham.com bersama dengan sejumlah wartawan senior, tapi media ini ditutup pada 2018. Dua tahun setelah itu, dia bersama rekannya mendirikan media online yang khusus memberitakan isu-isu emiten, Emitennews.com. 

Kini di usianya yang tak lagi muda, kerutan di wajahnya menjadi bukti pengalaman panjangnya, menjadi saksi dan penulis berita-berita pasar modal dari dahulu sampai sekarang. 

Mulai IHSG masih di bawah angka 100 hingga 100-an, dengan nilai transaksi harian Rp100-an miliar per hari dan jumlah emiten masih 20-an hingga kini IHSG sudah tembus 6.800-an, nilai transaksi harian mencapai Rp11,9 triliun per hari, dengan 887 emiten.

Sebagai senior di bidangnya, dia pun telah mengenal sejumlah tokoh awal di otoritas pasar modal, di antaranya Direktur Utama pertama BEJ periode 1991-1996 Hasan Zein Mahmud, dan Ketua Bapepam periode 1988-1992 Marzuki Usman. 

Dan setelah nyaris empat dekade berselang menjalani profesinya, semangatnya yang tak luntur menjadi wartawan pasar modal patut dikasih dua jempol. Profesi yang secara tak sengaja membuatnya jatuh cinta pada pasar modal, menikmati dinamikanya, bertemu orang-orang hebat hingga mencicipi pahit manisnya bermain saham. 

"Saya suka pasar modal dari awal dan tidak pernah bosan," kata wartawan kelahiran 1959 itu. (RNA)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.