Jadi kalau UMKM dikenakan pajak itu kurang tepat, semua yang ada di republik ini sudah dikenakan pajak. Yang belum dikenakan atau lolos pajak adalah aplikasi yang tidak punya badan usaha tetap di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi digital Heru Sutadi menanggapi rencana Kementerian Keuangan terkait pungutan pajak UMKM yang dilakukan platform e-commerce.

Heru menyampaikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar fokus mengejar pajak aplikasi e-commerce yang beroperasi di Indonesia alih-alih mengenakan pajak kepada UMKM yang dilakukan oleh marketplace.

“Jadi kalau UMKM dikenakan pajak itu kurang tepat, semua yang ada di republik ini sudah dikenakan pajak. Yang belum dikenakan atau lolos pajak adalah aplikasi yang tidak punya badan usaha tetap di Indonesia, karena kan ada banyak,” jelas Heru saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Selain itu, ia juga menyebut perusahaan teknologi seperti Google, Meta, Twitter yang beroperasi di Indonesia mendapatkan banyak pendapatan salah satunya melalui iklan atau ads yang patut diawasi pajaknya.

“Ini sama aja kan iklan yang harus dikejar pajaknya dibayarkan atau tidak. Tidak kemudian justru seolah UMKM yang dikejar, karena UMKM ini sudah bayar pajak, warteg sekalipun juga bayar pajak,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia ICT ini.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan apabila rencana tersebut diterapkan, maka akan membuat UMKM kolaps atau bangkrut.

“Kalau itu mau sengaja diterapkan akan membuat UMKM akan mati suri, kolaps. Tidak dipajakin aja banyak yang bangkrut tutup, karena pemerintah selama ini meskipun ada Kementerian Koperasi dan UMKM, kebijakan itu banyak sekali UMKM yang kurang pembinaan,” jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon di Jakarta, Rabu.

Kedua, kata dia, bahwa kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan menerapkan aturan berupa kriteria UMKM yang sudah besar dan berkembang, serta menyesuaikan barang atau jasa yang ditawarkan.

“Jadi nggak bisa dipukul rata (semua UMKM dipungut pajak melalui e-commerce).

Lebih lanjut ia memproyeksikan platform e-commerce yang ditunjuk memungut pajak bisa saja sepi pengguna, karena barang atau jasa yang ada telah melonjak imbas dari pungutan pajak.

Efek lainnya adalah metode penjualan modern bisa saja terkikis dan masyarakat kembali ke metode penjualan konvensional dengan mendatangi langsung pusat perbelanjaan, pasar ataupun toko sehingga jangkauan pasar UMKM kembali sempit.

“Harus diingat bahwa ciri khas masyarakat Indonesia dalam belanja ini kan barang yang murah, animo masyarakat seperti itu, jadi kalau dikenai pajak otomatis harga jual meningkat maka animo serta daya beli menurun,” ujarnya.

Persoalan lainnya, kata Trubus, pendelegasian pungutan pajak UMKM oleh e-commerce turut berpotensi pada penyimpangan (korupsi), ia berharap agar DJP kembali memikirkan rencana kebijakan tersebut.


Baca juga: DJP sebut pungutan pajak UMKM oleh e-commerce masih dalam kajian
Baca juga: Pengamat ingatkan pentingnya sosialisasi dan literasi pajak bagi UMKM
Baca juga: Staf Ahli Menkeu sebut akan terus gali potensi penerimaan pajak 2023

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2022