JAKARTA, iNews.id - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap perusahaan sawit yang tengah berinvestasi di dalam negeri.
Pernyataan itu, setelah kebijakan ihwal minyak goreng yang melibatkan pelaku usaha untuk mengendalikan harga minyak goreng berbuntut kasus hukum. Tiga perusahaan sawit di dalam negeri pun ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiga perusahaan itu adalah Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau. Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pengusaha sawit di Indonesia.
"Pemerintah membuat aturan tersebut guna mengatasi kelangkaan minyak goreng di mana-mana kan? Dalam situasi itu, pengusaha mungkin juga mau ambil kesempatan untung juga, namanya juga pengusaha," ujar Agus, melalui keterangan pers, Senin (7/8/2023).
Dia melihat pelaku usaha ditempatkan pada posisi tidak menguntungkan. Artinya, para pelaku usaha yang menjalankan kebijakan pemerintah dalam hal penyediaan dan pengendalian harga minyak goreng, justru dipandang tak mendapat perlindungan.
"Tapi sudah seharusnya pemerintah memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pengusaha yang berinvestasi di Indonesia," ungkap Agus.
Senada, Ahli Hukum Pidana UNPAD, Nella Sumika Putri mengatakan, sebelum lebih jauh memproses perkara tersebut, ada baiknya pemangku kebijakan menjelaskan secara gamblang batasan tindakan mana yang dilakukan tiga perusahaan sawit tersebut yang dianggap pelanggaran.
Menurutnya, menegaskan apakah yang dilakukan perusahaan itu murni karena memang melakukan tindakan pidana, atau menjalankan kebijakan yang dibuat pemerintah?
"Harus kita buat batasan dulu. Kalau memang melakukan pidana itu bisa dikenakan hukuman, tapi berbeda kalau perusahaan ini melakukan atau melaksanakan aturan yang dibuat oleh pemerintah," kata Agus.
Penegasan ini tentu penting untuk mengetahui duduk perkara, sejauh mana tindakan perusahaan dilindungi oleh aturan.
Menurutnya, bila yang dilakukan ketiga perusahaan itu semata melaksanakan aturan hukum yang dibuat pemerintah, maka apa yang dilakukan perusahaan tersebut sangat bisa dibenarkan.
"Contohnya, ada sebuah produk ada aturan HET-nya maksimal Rp 1.000, namun karena keadaan tertentu ada suatu aturan lain yang membuat orang boleh jual di atas HET contoh dia jual Rp 1.500, nah yang dilakukan orang itu dibenarkan oleh hukum, karena ada aturan yang dibuat oleh pemerintah," tutur Agus.
Dia mengungkapkan, para pelaku usaha yang yakin pihaknya tak bersalah karena menjalankan aturan pemerintah dalam hal penyediaan minyak goreng murah, bisa melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berupa Defered Prosecution Agreement atau penangguhan tuntutan. Hal itu merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan.
"Itu ada di pasal 80 KUHP. Hakim bisa menunda penuntutan sambil menunggu tuntutan di PTUN selesai dulu, jadi dilihat nantinya apakah aturan tersebut benar atau tidak, tentunya putusan PTUN akan berpengaruh pada kasus yang diusut tersebut," kata Agus.
Dia menuturkan, lantaran pentingnya pembuktian apakah ada kesalahan dari sisi aturan yang dijalankan pengusaha, maka ada baiknya proses penuntutan ditunda sampai ada pembuktian apakah tindakan yang dilakukan para pelaku usaha sudah sesuai dengan aturan yang dibuat pemerintah.
"Nanti di ranah PTUN kita bisa tahu apakah aturan yang dibuat itu benar atau salah. Kalau aturan itu benar, orang yang menjalankan aturan tersebut tidak boleh disalahkan," ujar Agus.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: www.followme.com
Load Fail()