New York (ANTARA) - Yen melonjak pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), menambah kenaikan sebelumnya di tengah spekulasi Bank Sentral Jepang (BoJ) akan merevisi kebijakan moneter ultra-longgarnya, sementara dolar naik tipis terhadap sebagian besar mata uang utama lainnya dari level terendah tujuh bulan.

Yen naik 1,06 persen terhadap greenback menjadi 127,92 per dolar pada pukul 20.00 GMT. Langkah tersebut menambah kenaikan 2,4 persen pada Kamis (12/1/2023) setelah surat kabar Yomiuri mengatakan pejabat BoJ akan meninjau efek samping dari kebijakan kontrol kurva imbal hasil bank sentral atau YCC, pada pertemuan mereka minggu depan.

BoJ adalah outlier dalam berpegang teguh pada stimulus ketika sebagian besar bank sentral secara global terlibat dalam kampanye kenaikan suku bunga. Tetapi tanda-tanda inflasi yang lebih ketat dan kemungkinan kenaikan gaji yang sebagian besar stagnan di Jepang telah meyakinkan beberapa investor bahwa YCC dapat direvisi, atau bahkan ditinggalkan paling cepat minggu depan, membuka pintu bagi yen lebih kuat.

"Sementara kenaikan (suku bunga) minggu depan tampaknya tidak mungkin, ada kemungkinan bahwa BoJ meninggalkan YCC kemudian untuk menyiapkan peluncuran pada pertemuan Maret atau April," kata Win Thin, kepala strategi mata uang global di Brown Brothers Harriman. "Ini adalah peta jalan dasar untuk pengetatan yang telah ditetapkan dengan baik oleh The Fed."

Imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun menembus plafon baru bank sentral pada Jumat (13/1/2023), menambah tekanan agar kebijakan pengendalian imbal hasil dihapuskan atau direvisi.

Bank sentral mengatakan pada Jumat (13/1/2023) akan melakukan tambahan pembelian obligasi langsung pada Senin (16/1/2023), menjelang pertemuan penetapan suku bunga 17-18 Januari.

"Perkiraan dampak kami dari penyesuaian kebijakan BoJ lebih lanjut menunjukkan potensi apresiasi yen hingga 2,7 persen, tetapi kami yakin risikonya adalah reaksi yang lebih besar - berpotensi dua kali lipat," kata analis valuta asing Barclays dalam sebuah catatan kepada klien.

Di tempat lain, data ekonomi Jerman dan Inggris yang lebih baik dari perkiraan menunjukkan bahwa kedua negara dapat lolos dari resesi -- setidaknya untuk saat ini -- tetapi berita tersebut gagal memberikan dorongan yang bertahan lama baik untuk euro maupun sterling.

Euro terakhir turun 0,2 persen terhadap dolar di 1,0828 dolar, melemah dari level tertinggi baru sembilan bulan di awal sesi. Sterling naik 0,12 persen menjadi 1,22275 dolar.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, termasuk euro dan yen, naik tipis 0,02 persen menjadi 102,22.

Indeks dolar telah mencapai level terendah sejak 6 Juni di awal sesi, menyusul data pada Kamis (12/1/2023) yang menunjukkan pendinginan inflasi AS, memperkuat ekspektasi Federal Reserve akan memperlambat laju kenaikan suku bunga.

"Kenaikan 25 basis poin akan sesuai ke depan," Presiden Fed Philadelphia, Patrick Harker mengatakan dalam pidatonya kepada grup lokal di Malvern, Pennsylvania, Kamis (12/1/2023).

Pakar strategi Goldman Sachs mengatakan data inflasi Desember kemungkinan menutup kesepakatan pada pergeseran ke kenaikan 25 basis poin pada Februari, tetapi memperingatkan masih terlalu dini dalam proses bagi bank sentral untuk merasa nyaman menyatakan kemenangan.

Survei Universitas Michigan pada Jumat (13/1/2023) menunjukkan bahwa konsumen AS yakin tekanan harga akan turun kembali ke level yang terlihat pada musim semi 2021 selama tahun depan.

Baca juga: Yen melonjak di awal sesi Asia, dolar tentatif jelang data inflasi AS

Baca juga: Yen capai tertinggi 7-bulan didorong harapan perubahan kebijakan BoJ

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023