ASEAN Diprediksi Jadi Wilayah Strategis Industri Baja Global
JAKARTA, iNews.id - Chairman South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), Silmy Karim, mengatakan ASEAN diprediksi menjadi wilayah strategis industri baja global. Hal itu, terlihat dari permintaan dan produksi baja ASEAN yang terus meningkat, serta investasi dari raksasa baja dunia, China, ke kawasan ASEAN.
Berdasarkan proyeksi World Steel Association, permintaan baja ASEAN pada 2022 mencapai 76,1 juta metrik ton, naik 4,8 persen dari 72,6 juta metrik ton pada 2021. Sementara, SEAISI memproyeksikan permintaan baja ASEAN mencapai 80,8 juta metrik ton.
Di sisi lain, ASEAN masih menjadi net importir baja karena jumlah impor baja terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan, permintaan baja ASEAN pada 2030 diproyeksikan memberikan kontribusi 40 persen dari permintaan baja global.
Selain itu, diperkirakan investasi China di ASEAN akan menambah lebih dari 46 juta metrik ton kapasitas produksi baja. China sendiri menyumbang 41 juta metrik ton kapasitas produksi baja hingga 2030.
“Hal ini akan menurunkan gap supply-demand baja dan impor baja sebesar 35-44 persen di tahun 2030,” ujar Silmy, Jumat (18/11/202).
Dia menjelaskan, dari sisi produksi, data World Steel menyebut produksi baja dunia sudah meningkat 10 kali lipat sejak 1950. Khusus wilayah ASEAN, produksi baja mentah di ASEAN meningkat 2,7 kali lipat menjadi sebanyak 32 juta metrik ton selama 1 dekade hingga 2021.
Di saat bersamaan, produksi bahan baku baja pig iron juga meningkat mencapai 23 juta metrik ton hingga periode 2021. Produksi baja yang diperkirakan tumbuh 1 persen setiap tahunnya selama 30 tahun ke depan akan mencapai jumlah produksi baja sebanyak 2,2-2,4 miliar metrik ton pada 2050.
"Sedangkan produksi baja mentah China akan mencapai puncaknya di periode 2020-2030. Jumlah ini harus kita perhitungkan penyerapannya di masing-masing negara,” ungkap Silmy.
Menurut dia, megatrend yang memberikan perubahan setelah masa pandemi seperti perubahan iklim dunia, perkembangan teknologi, perubahan sosial ekonomi, maupun geopolitik. Dekarbonisasi, Net Zero Emission, hingga Green Steel mulai banyak dikembangkan oleh produsen baja di dunia.
Diperkirakan permintaan baja rendah karbon mencapai 25 persen pada 2040. Indonesia termasuk dalam negara kedua yang menerapkan dekarbonisasi dengan kisaran target 32 persen pada 2030, setelah Malaysia dengan kisaran target 45 persen.
“Ke depan, industri baja akan menyesuaikan dengan pengembangan industri baja ramah lingkungan, industri baja yang berbasis teknologi digital, maupun industri baja yang mengusung Green Steel Industry," tutur Silmy.
Hal itu, lanjutnya, menjadi tantangan bagi semua untuk menyelesaikan masalah emisi karbon, tanpa mengurangi efisiensi biaya dan produktivitas pada saat yang bersamaan.
Reprinted from inews_id,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.