Yang paling diperhatikan semua orang adalah inflasi saat ini, ini masih menjadi masalah setelah angka yang kami dapatkan dari AS kemarin, dan kami memiliki rentetan data inflasi lainnya yang datang hari ini, terutama Inggris dan Kanada
Hong Kong (ANTARA) - Saham-saham Asia gagal mengikuti kenaikan Wall Street pada perdagangan Rabu pagi, setelah data ritel AS yang lebih baik dari perkiraan mendorong ekuitas negeri Paman Sam dan dolar mendekati level tertinggi 16 bulan terhadap sekeranjang mata uang utama lain.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang tergelincir 0,45 persen dari penutupan tertinggi tiga minggu pada Selasa (16/11), dengan penurunan di sebagian besar pasar, sementara Nikkei Jepang kehilangan 0,4 persen.

Dolar mencapai tertinggi 114,97 yen pada jam-jam awal Asia, terkuat sejak Maret 2017, sementara euro merana di level terendah 16-bulan di 1,1320 dolar AS.

Greenback dibantu oleh data Selasa (16/11) yang menunjukkan penjualan ritel AS naik lebih cepat dari perkiraan pada Oktober, berpotensi mendorong Federal Reserve AS untuk mempercepat pengurangan program pembelian asetnya, karena inflasi tetap tinggi.

“Data mendukung perasaan bahwa segala sesuatunya berjalan cukup baik, dan the Fed dapat menjadi sedikit lebih agresif jika menginginkan tanpa sepenuhnya menyebabkan pesta hancur,” kata Rob Carnell, kepala penelitian untuk Asia Pasifik di ING.

"Yang paling diperhatikan semua orang adalah inflasi saat ini, ini masih menjadi masalah setelah angka yang kami dapatkan dari AS kemarin, dan kami memiliki rentetan data inflasi lainnya yang datang hari ini, terutama Inggris dan Kanada," tambahnya.

Inggris menerbitkan data inflasi IHK Oktober hari ini dengan angka yang tinggi kemungkinan akan menambah tekanan pada bank sentral Inggris (BoE) untuk menaikkan suku pada Desember setelah mengejutkan pasar dengan menahan suku bunga tak berubah.

“Apakah itu bukan tentang KTT Biden-Xi, yang memiliki potensi untuk melakukan kerusakan tetapi tampaknya tidak melakukannya,” tambah Carnell.

Pada pertemuan tiga jam pada Selasa (16/11), Presiden AS Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping mengendurkan sebagian isu panas dalam ketegangan China-AS, meskipun kedua belah pihak berpegang pada posisi mereka yang mengakar dalam berbagai masalah.

Nada positif menawarkan sedikit dorongan untuk saham Asia pada Selasa (16/11), tetapi ini terbukti berumur pendek.

Pada Rabu, indeks acuan Hong Kong tergelincir 0,4 persen, dibebani oleh pengembang properti dan kasino karena para pedagang bertaruh rebound baru-baru ini di kedua sektor sudah terlalu jauh. Sementara itu, indeks saham unggulan China datar.

Saham Australia tergelincir 0,5 persen, tertekan oleh Commonwealth Bank of Australia, bank terbesar di negara itu, yang sahamnya anjlok 6,0 persen setelah bank mengisyaratkan pukulan terhadap margin dari lingkungan suku bunga rendah dan persaingan hipotek.

Semalam di Wall Street, indeks Dow Jones Industrial Average naik 0,15 persen, S&P 500 naik 0,39 persen dan Komposit Nasdaq naik 0,76 persen, didukung oleh angka penjualan ritel.

Ini juga memberikan dorongan terhadap obligasi pemerintah AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang jadi acuan mencapai setinggi 1,646 persen di awal Asia, tertinggi tiga minggu.

Minyak mentah AS turun 0,66 persen menjadi diperdagangkan di 80,25 dolar AS per barel. Minyak mentah Brent turun 0,5 persen menjadi diperdagangkan di 82,03 dolar AS per barel.

Emas di pasar spot naik 0,25 persen menjadi 1,854 dolar AS per ounce, naik kembali ke level tertinggi lima bulan di 1.876,9 dolar AS yang dicapai sehari sebelumnya di tengah meningkatnya kekhawatiran inflasi.

Bitcoin, lindung nilai inflasi saingan, stabil di 60.240 dolar AS setelah turun 5,0 persen sehari sebelumnya dan sempat jatuh di bawah 60.000 dolar AS.
 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
COPYRIGHT © ANTARA 2021