Note

Kurs Dolar Australia Makin Melemah

· Views 534


Kurs Dolar Australia Makin Melemah


Sejak bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengumumkan kebijakan moneter Selasa pekan lalu, mata uangnya terus turun melawan rupiah. Tekanan bagi dolar Australia semakin besar setelah tingkat pengangguran kembali naik.


Melansir data Refinitiv, sejak pekan lalu hingga Rabu kemarin dolar Australia merosot 2,6% melawan rupiah. Sementara pagi ini turun lagi 0,16% ke Rp 10.422,45/AU$ yang merupakan level terendah dalam satu bulan terakhir.


Biro Statistik Australia hari ini melaporkan tingkat pengangguran di bulan Oktober naik menjadi 5,2% di bulan Oktober dari bulan sebelumnya 4.6%. Tingkat pengangguran tersebut menjadi yang tertinggi dalam 6 bulan terakhir.


Selain itu, sepanjang bulan Oktober terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 46.300 orang, sementara analis yang disurvei Reuters memperkirakan terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 50.000 orang.


Rilis tersebut terbilang mengejutkan, sekaligus mempertegas sikap super dovish RBA pada pekan lalu. Di bulan Oktober, pembatasan sosial di kota-kota besar Australia sebenarnya sudah dilonggarkan, tetapi pasar tenaga kerja justru memburuk.


RBA pada pekan lalu mengesampingkan kemungkinan kenaikan suku bunga di tahun depan, meski inflasi di Australia sedang tinggi.


"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).


Inflasi inti di Australia tumbuh 2,1% di kuartal III-2021 dari periode yang sama tahun lalu. Inflasi tersebut sudah mencapai target RBA sebesar 2% hingga 3%.


Namun data tenaga kerja terbaru menunjukkan perekonomian Australia memang belum pulih.

Bahkan hingga beberapa bulan ke depan tingkat pengangguran diprediksi masih akan tinggi.


"Kenaikan tajam tingkat pengangguran mengkonfirmasi akan ada pengangguran friksional dalam beberapa bulan ke depan," kata Sarah Hunter, kepala ekonomi di BIS Oxford Economics, sebagaimana dilansir Reuters.


Sumber: CNBC Indonesia

Hak cipta isi berita dimiliki oleh pemilik asli

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.